Interviu Bersama Rigmor: Dengung Nada Selaras Sajak Indah

Rigmor: Dengung Nada Selaras Sajak Indah

TERINSPIRASI dari sebait sajak indah dari penyair asal Denmark, Michael Strunge Jensen. Oliver Stewart pria berdarah Denmark ini kemudian mengawinkan keindahan bait puisi bersama musik mimpi yang elokkan, terciptalah Rigmor (arti: sebutan perempuan dalam bahasa Denmark).

Bagaikan keanggunan yang dimiliki setiap perempuan, Rigmor membawakan irama sendu rupawan mengalir deras di setiap bait apik nan tercipta. Begitu lembut dirasakan pada setiap nada yang dimainkan.

Album debut mereka bertajuk ‘Glade blinde børn’ rilis pada 25 Februari 2022 melalui Mermaid Records. Memainkan 10 trek berisikan proses katarsis yang dialami masing-masing personel, diselimuti dengan dengung keindahan nan teripta.

 Glade blinde børn” was a really hard process for us. Some of the songs were written a week before we started recording, and others had been lying around for almost three years,ucap Sarah Wichmann kepada ku·mi·usik.

Rigmor berhasil menembus nilai-nilai keindahan selaras dengan irama yang tercipta. Memamerkan ketenangan dan kenyamanan dari bunyi yang dimainkan. ku·mi·usik berkesempatan unutk mewawancarai beberapa personel Rigmor pada 28 September 2022:

ku·mi·usik: May introduce your band? (Bisa perkenalkan band-mu?)

Victor Sousa: We are a Danish indie-rock band from Aarhus. We have existed since 2018 and have released an EP and an album. We are four people: me, Sarah, Oliver and Lasse.

(Kami adalah indie-rock band asal Denmark tepatnya dari Aarhus. Kami telah terbentuk sejak tahun 2018 dan telah merilis satu EP dan satu album. Kami beranggotakan empat orang: aku, Sarah, Oliver, dan Lasse)

ku·mi·usik: So, what do you call the kind of music that you create? (Jadi, kamu sebut apa musik yang kamu ciptakan?)

Oliver Stewart: Indie-rock!

Victor Sousa: We explore with dynamics as a group and always try to incorporate contrasts in our music to make it more exciting for both the listeners and us.

(Kami mengeksplorasi dengan dinamika sebagai sebuah kelompok dan selalu mencoba untuk menggabungkan kontras dana musik kami untuk membuatnya lebih menarik bagi para pendengar dan kami sendiri)

Lasse Lykke: And to make different expressions within the music. 

(Dan untuk membuat ekspresi yang berbeda dalam musik)

ku·mi·usik: Does the word ‘Rigmor’ have a meaning? (Apakah ‘Rigmor’ memiliki arti?)

Sarah Wichmann: It’s a Danish name for a female. (Itu nama Denmark untuk perempuan)

Victor Sousa: The story behind the name is that I met a woman in a bar with the name Rigmor and I thought it would be a good name for our band.

(Cerita di balik nama tersebut adalah aku pernah bertemu dengan seorang perempuan di sebuah bar dengan nama Rigmor dan menurutku itu akan jadi nama yang bagus untuk band kami)

ku·mi·usik: All of the members was amazing! Can you tell how you meet each other and decide to create Rigmor? (Seluruh personel begitu luar biasa! Bisa ceritakan bagaimana kalian bertemu dan putuskan membuat Rigmor?)

Victor Sousa: We met because I had a concert and put the group together.

(Kami bertemu saat aku mengadakan sebuah konser dan memperkenalkan mereka)

Sarah Wichmann: Then it just felt so right that we decided to keep playing and turn it into a band. Now we are best friends.

(Lalu rasanya sangat tepat sehingga kami memutuskan untuk terus bermain dan mengubahnya menjadi sebuah band. Sekarang kami berteman baik)

ku·mi·usik: Can you tell us how the process of making songs works? (Bagaimana proses pembuatan sebuah lagu?)

Lasse Lykke: We play a lot together. (Kami sering bermain bersama)

Oliver Stewart: We jam and interact. We just stand in the room and start playing and the song is created somewhere in the middle of us. 

(Kami main musik dan berinteraksi bersama-sama. Kami hanya berdiri di dalam ruangan dan mulai bermain musik lalu terciptalah lagu itu di tengah-tengah kami)

ku·mi·usik: And what are the lyrics that you create mostly talked about as regards? (Kebanyakan lirik yang tercipta, berbicara tentang apa?)

Sarah Wichmann: It’s a variety of things, some of the songs are about despair, loneliness, and others are about love. We have a song called “Plasticsolen” which is about climate change and the crisis that we are all facing. It is based on a poem by the Danish poet Michael Strunge.

(Bermacam-macam, beberapa lagu berbicara tentang keputusasaan, kesepian, beberapa lainnya tentang cinta. Kami punya lagu berjudul “Plasticsolen” yang berbicara tentang perubahan iklim dan krisis yang tengah kita semua hadapi. Lagu tersebut berdasarkan puisi milik penyair Denmark, Michael Strunge)

Victor Sousa: We had to start over twice because we weren’t content with the first result. It felt really good to be able to create during the pandemic. It made us feel like we were still musicians even though everything else was on hold.

(Kami harus memulai dari awal dua kali karena kami tidak puas dengan hasil yang pertama. Senang sekali rasanya bisa berkreasi di tengah pandemi. Hal ini membuat kami merasa seperti kami masih musisi walaupun segala sesuatunya harus ditunda)

ku·mi·usik: With Your music are there any specific messages that you want to convey to your music lover? (Dengan musikmu, apakah ada pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada para penikmat musikmu?)

Lasse Lykke: If they understand it it’s great. I just hope that people will listen.

(Kalau mereka mengerti, akan sangat bagus. Aku hanya berharap orang-orang mau mendengarkan)

Victor Sousa: It’s really overwhelmning the response we have gotten, we are so grateful for everything that’s happening. 

(Respon yang kami dapatkan sungguh luar biasa, kami sangat bersyukur atas semua yang terjadi)

ku·mi·usik: Last question. What is your view on the costs that the pandemic has brought to the world and how do you see art and music in this new era? (Bagaimana pandangan kamu tentang biaya yang ditimbulkan oleh pandemi ke dunia dan bagaimana kamu melihat seni dan musik di era baru ini?)

Victor Sousa: It’s pretty scary to see how people react in a crisis like this. For instance, in Denmark a lot of people were gathering food and toilet paper for themselves when there was a lockdown. I think that’s scary.

(Sangat mengerikan untuk melihat bagaimana orang-orang bereaksi terhadap krisis seperti ini. Sebagai contoh, di Denmark, banyak orang yang menimbun makanan dan tisu toilet untuk mereka sendiri Ketika ada lockdown. Bagiku itu mengerikan)

Sarah Wichmann: But also a lot of people have created new ways to experience art and music, via live streaming and stuff like that, because we have realized that it is vital for us humans. I hope that people will support their favorite artists by buying tickets to their shows, buying their music (not only streaming) so that artists will be able to live through a crisis like the pandemic. 

(Tapi banyak juga orang yang menciptakan cara baru untuk merasakan seni dan musik melalui streaming langsung atau semacamnya, karena kita sadar bahwa hal tersebut adalah penting untuk kita manusia. Aku harap orang-orang akan mendukung musisi favorit mereka dengan membeli tiket pertunjukan, membeli musik mereka (tidak hanya streaming) sehingga para musisi akan terus hidup melalui krisis seperti pandemi)

Mungkin hanya sedikit ini saja informasi yang bisa gue bagikan tentang Rigmor jangan lupa share dan comment ya kawan-kawan.


Penerjemah   : Instagram/@farahfaw

Kontak.

Facebook       : https://www.facebook.com/RigmorDK

Instagram      : https://www.instagram.com/rigmor4life/

Penulis: febrian adi

part-time music enthusiast. full-time human.

Tinggalkan komentar